BENDA-BENDA MILIK NEGARA
DI
SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
KELOMPOK 5
JENI
SAPUTRA : 150210056
MUHAJIR : 150210065
CHAIRUNNISAK : 150210044
LILIS SURYANI : 150210059
RATNA SAFIRA : 150210052
DEWI SURYANI : 150210084
MUHAJIR : 150210065
CHAIRUNNISAK : 150210044
LILIS SURYANI : 150210059
RATNA SAFIRA : 150210052
DEWI SURYANI : 150210084
FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
TAHUN 2016
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................... 1
A.
Latar Belakang....................................................................... 1
BAB
II LANDASAN TEORI......................................................... 2
BAB
III PEMBAHASAN............................................................... 3
A.
Pengertian Barang Milik Negara............................................. 3
B.
Klasifikasi Barang Milik Negara............................................ 3
C.
Pengelolaan Barang Milik Negara.......................................... 6
D.
Cara Pemerintah Memperoleh Barang Publik
Domein........... 7
BAB
IV PENUTUP......................................................................... 10
A.
Kesimpulan............................................................................ 10
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Barang-barang milik pemerintah public goods terdiri dari Publiek domein, yaitu barang/benda yang disediakan untuk dipakai oleh publik. Misal jalan, jembatan, pelabuhan dan lain-lain, Privaat domein, yaitu barang/benda yang digunakan untuk pemakaian sendiri dan tidak ditujukan untuk peruntukkan umum. Misalkan gedung kantor, rumah dinas, mobil dinas, perabotan kantor.
Menurut Hukum Belanda, penguasa selaku pemilik, dalam banyak hal mempunyai
kewenangan penguasaan berdasarkan Hukum keperdataan, namun ia tidak dapat
menggunakannya secara bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang layak.
Status Pemilikan Publiek Domein Menurut Sistem Hukum Indonesia telah diatur di dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, dan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa wewenang Hak Menguasai Negara meliputi mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, pemeliharaan Bumi Air dan Ruang Angkasa (BAR). Menentukan dan mengatur hubungan. hukum antara orang dengan Bumi Air dan Ruang Angkasa. Menentukan dan mengatur hubungan. hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum mengenai Bumi Air dan Ruang Angkasa.
Status Pemilikan Publiek Domein Menurut Sistem Hukum Indonesia telah diatur di dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, dan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa wewenang Hak Menguasai Negara meliputi mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, pemeliharaan Bumi Air dan Ruang Angkasa (BAR). Menentukan dan mengatur hubungan. hukum antara orang dengan Bumi Air dan Ruang Angkasa. Menentukan dan mengatur hubungan. hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum mengenai Bumi Air dan Ruang Angkasa.
Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa wewenang Hak
Menguasai Negara adalah untuk kemakmuran rakyat. Hal yang sama juga dinyatakan
dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Pokok Agraria, bahwa untuk mencapai apa
yang ditentukan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tidak perlu
dan tidaklah pula pada tempatnya, bahwa bangsa Indonesia ataupun Negara
bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat jika Negara, sebagai
organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku Badan
Penguasa. Perkataan “dikuasai” bukanlah berarti “dimiliki”. Hal ini sama dengan
pernyataan bahwa Indonesia secara hukum menolak asas domein yang pernah dianut
oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
didasarkan atas hukum yang hal tersebut telah dinyatakan dalam PP Nomor 6 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Permendagri Nomor 17
Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
BAB II
LANDASAN
TEORI
Barang milik negara/daerah meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D, barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah seperti barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak, barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Di dalam melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah, perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Barang Milik Negara.
Barang
Milik Negara, atau yang biasa disingkat BMN, merupakan bagian tak terpisahkan
dari Keuangan Negara sebagaimana tertuang dalam pasal 1 Undang- undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa: “Keuangan Negara adalah
semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,pada pasal disebutkan bahwa:
“Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.” Dimana tidak termasuk dalam
pengertian BMN adalah barang-barang yang dikuasai dan atau dimiliki oleh:
a. Pemerintah Daerah (sumber
dananya berasal dari APBD termasuk yang sumber dananya berasal dari APBN tetapi
sudah diserahterimakan kepada Pemerintah Daerah).
b. Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari:
1) Perusahaan Perseroan, dan
2) Perusahaan Umum.
c. Bank Pemerintah dan Lembaga
Keuangan Milik Pemerintah.
Selanjutnya, dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah,
pengertian “perolehan lainnya yang sah” disebutkan antara lain meliputi
hibah/sumbangan, pelaksanaan perjanjian/kontrak, diperoleh berdasarkan
ketentuan undang-undang, dan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
B. Klasifikasi Barang Milik Negara.
Dalam
akuntansi pemerintahan, BMN merupakan bagian dari aset pemerintah pusat yang
berwujud. Sedangkan pengertian aset menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah adalah sebagai berikut: Aset adalah sumber daya ekonomi yang
dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa
lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan
dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur
dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara
karena alasan sejarah dan budaya. Dalam
modul Sistem Informasi dan Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN),
Tim PPAKP ( 2008, 8 ) menyatakan bahwa BMN dalam SIMAK-BMN terbagi menjadi aset
lancar, aset tetap, aset lainnya, dan aset bersejarah dengan penjelasan sebagai
berikut :
a. Tanah
Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah
tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional
pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
b. Peralatan dan Mesin
Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan
bermotor, alat elektonik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang
nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan
dalam kondisi siap pakai.
c. Gedung
dan Bangunan
Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan
bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional
pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi,
dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai
oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
e. Aset Tetap Lainnya
Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak
dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan
dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap
dipakai.
f. Konstruksi dalam Pengerjaan.
Konstruksi
dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan namun
pada tanggal laporan keuangan belum selesai seluruhnya.
Untuk
memudahkan identifikasi, maka setiap BMN diklasifikasikan dengan cara tertentu
sehingga memberikan kemudahan dalam pengelolaannya. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi
Barang Milik Negara sebagai pengganti Keputusan Menteri Keuangan Nomor
18/KMK.018/1999 tentang Klasifikasi dan Kodefikasi
Barang Inventaris Milik/Kekayaan Negara membagi BMN dalam klasifikasi
Golongan, Bidang, Kelompok, Sub Kelompok, dan Sub-sub kelompok.
Golongan BMN meliputi: Barang Tidak
Bergerak; Barang Bergerak; Hewan, Ikan dan Tanaman, Barang Persediaan,
Konstruksi Dalam Pengerjaan, Aset Tak Berwujud dan Golongan Lain-lain. Dari
masing-masing Golongan tersebut selanjutnya dirinci lagi ke dalam klasifikasi
bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok. Dengan demikian,
klasifikasi paling rinci (detil) ada di level Sub-sub kelompok.
ü Macam-macam Benda Milik Negara
1. Privat
Domein (kepunyaan privat).
adalahl benda-benda milik negara
yang dipakai untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri. Hukum
yg mengatur kepunyaan privat ini tidak berbeda dengan hak yg mengatur kepunyaan
perdata biasa. ex: rumah dinas pegawai, gedung perusahaan negara, perkebunan
pemerintah, dsb.
2. Publik
Domein (kepunyaan publik).
adalahl segala benda yg disediakan
oleh pemerintah untuk kepentingan umum. Hukum yg mengatur benda2 ini bukan
hukum perdata biasa melainkan hukum tersendiri yg disebut hukum “domaine
publik” ex: gedung-gedung pengadilan, gedung-gedung sekolah, jalan raya, dsb.
ü Benda Milik Negara di Indonesia
Berdasarkan Keputusan menteri
Keuangan No. 225/MK/V/4/1971 , membedakan benda-benda milik negara menjadi:
1. Benda
Tetap
2. Benda
Bergerak
3. Hewan-hewan
4. Barang-barang
persediaan yang masuk gudang FEM.
C. Pengelolaan Barang Milik Negara.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BarangMilik
Negara/Daerah, disebutkan bahwa pengelolaan BMN adalah kegiatan yang dilakukan
atas BMN mulai dari perencanaan sampai dengan penghapusan yang meliputi
10 (sepuluh) kegiatan sebagai berikut :
1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran
Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan
barang milik negara/daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu
dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang
akan datang.
2. Pengadaan
Perencanaan anggaran yang mencerminkan kebutuhan riil barang
milik Negara/daerah pada kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah
selanjutnya menentukan pencapaian tujuan pengadaan barang yang diperlukan dalam
rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah.Pengadaan barang milik
negara/daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif,
transparan dan terbuka, bersaing, adil/ tidak diskriminatif dan akuntabel.
3. Penggunaan
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pengguna barang
dalam mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan.
4. Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah
yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam
pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan
tidak mengubah status kepemilikan.
5. Pengamanan dan pemeliharaan
Pengamanan administrasi yang ditunjang oleh pengamanan
fisik dan pengamanan hukum atas barang milik negara/daerah
merupakan bagian penting dari pengelolaan barang milik ncgara/daerah.
Kuasa pengguna barang, pengguna barang dan pengelola barang memiliki wewenang
dan tangung jawab dalam menjamin keamanan barang milik negara/daerah yang berada
di bawah penguasaannya dalam rangka menjamin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
pemerintah. Sedangkan yang dimaksud dengan pemeliharaan adalah suatu rangkaian
kegiatan untuk menjaga kondisi dan memperbaiki semua barang milik negara/daerah
agar selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan
berhasil guna.
6. Penilaian
Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang
selektif didasarkan
pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik
tertentu untuk memperoleh nilai barang milik negara/daerah.
7. Penghapusan
Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah
dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang
berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna barang dan/atau
pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang
berada dalam penguasaannya.
8. Pemindahtanganan
Pemindah tanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik
negara/daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual,
dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah.
9. Penatausahaan
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara/daerah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
10. Pembinaan,
pengawasan dan pengendalian.
Menteri Keuangan menetapkan kebijakan umum dan
kebijakan teknis pengelolaan barang milik negara/daerah, sedangkan
Menteri Dalam Negeri menetapkan kebijakan teknis dan melakukan pembinaan
pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan kebijakan sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam kebijakan umum.
D. Cara Pemerintah Memperoleh Barang Publik Domein
Cara pemerintah memperoleh
barang publik adalah melalui Cara Hukum Keperdataan, yakni berdasarkan
cara-cara peralihan yang diatur dalam Hukum Perdata. Misalnya jual beli, tukar
menukar, sewa menyewa. Cara lain juga dapat dilakukan melalui cara Hukum.
Publik, yakni berdasarkan cara-cara peralihan yang diatur dalam Hukum Publik,
misalnya pencabutan hak atas tanah, pelepasan atau penyerahan hak atas tanah,
dan sebagainya.
Perbedaan cara pemerintah dalam memperoleh melalui hukum antara perdata dan publik, jika Cara Hukum Privat, kedudukan hukum pemerintah dengan pemilik benda bersifat sejajar kemudian antara hak dan kewajiban pemerintah dengan pemilik benda sama. Tidak dibenarkan adanya pemutusan perjanjian secara sepihak dan Apabila terjadi sengketa maka itu merupakan sengketa perdata. Sedangkan jika Cara Hukum Publik, maka kedudukan hukum antara pemerintah dengan pemilik benda bersifat top-down/vertikal. Pemerintah memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan pemilik benda. Kehendak pemerintah bersifat lebih menentukan dari pada yang lain. Apabila terjadi sengketa, maka hal tersebut merupakan sengketa administrasi.
Perbedaan cara pemerintah dalam memperoleh melalui hukum antara perdata dan publik, jika Cara Hukum Privat, kedudukan hukum pemerintah dengan pemilik benda bersifat sejajar kemudian antara hak dan kewajiban pemerintah dengan pemilik benda sama. Tidak dibenarkan adanya pemutusan perjanjian secara sepihak dan Apabila terjadi sengketa maka itu merupakan sengketa perdata. Sedangkan jika Cara Hukum Publik, maka kedudukan hukum antara pemerintah dengan pemilik benda bersifat top-down/vertikal. Pemerintah memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan pemilik benda. Kehendak pemerintah bersifat lebih menentukan dari pada yang lain. Apabila terjadi sengketa, maka hal tersebut merupakan sengketa administrasi.
Hak Pemerintah untuk mengambil
dan menggunakan Tanah Warga Negara didasarkan atas hukum yaitu Pasal 18
Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang
pencabutan Hak atas Tanah dan benda-benda yang ada diatasnya. Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksnaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sebagaimana telah diubah dengan Perpres
Nomor 65 Tahun 2006, Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007.
Di dalam Pasal 18 Undang-Undang
Pokok Agraria dikatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan
bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah
dapat dicabut, dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang
diatur dengan undang-undang. Pernyataan di atas merupakan jaminan bagi pemegang
Hak Atas Tanah. Dengan kata lain pula berdasarkan pernyataan di atas maka
pencabutan Hak Atas Tanah hanya dapat dilakukan dengan syarat, untuk
kepentingan umum, dengan ganti rugi yang layak, dan caranya diatur dengan
undang-undang. Pengertian Kepentingan Umum di sini seperti dijelaskan oleh
Keppres Nomor 55 Tahun 1993 bahwa yang dimaksud kepentingan umum adalah
kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Juga seperti yang dimaksudkan oleh
Perpres Nomor 36 Tahun 2005 jo Perpres Nomor 65 Tahun 2006 bahwa kepentingan
umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat.
Kriteria Kepentingan Umum di dalamnya meliputi juga Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, misalnya jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya; pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal; fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana; tempat pembuangan sampah; cagar alam dan cagar budaya; pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Kriteria Kepentingan Umum di dalamnya meliputi juga Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, misalnya jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya; pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal; fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana; tempat pembuangan sampah; cagar alam dan cagar budaya; pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Pemerintah juga dapat melakukan
pengadaan tanah, namun di dalam mengupayakannya diperlukan Prosedur Pengadaan
Tanah yang meliputi Perencanaan, Penetapan lokasi, Penyuluhan, Identifikasi dan
Inventarisasi, Penilaian, Musyawarah, Keputusan Panitia Pengadaan Tanah,
Pembayaran Ganti Rugi, dan Pelepasan Hak.
Di dalam melakukan pelepaan hak terdapat ganti rugi. Ganti Rugi menurut Pasal 1 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dinyatakan bahwa ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.
Di dalam melakukan pelepaan hak terdapat ganti rugi. Ganti Rugi menurut Pasal 1 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dinyatakan bahwa ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.
Bentuk ganti rugi ini dapat
berupa uang dan/atau tanah pengganti dan/atau pemukiman kembali dan/atau
gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud maupun
bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dasar
perhitungan besarnya ganti rugi adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai
nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan
berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang diTata Usaha
Negarajuk oleh panitia. Dapat juga diukur dari nilai jual bangunan yang
ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan. Dapat
juga diukur dari nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang
bertanggung jawab di bidang pertanian.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Barang
Milik Negara, atau yang biasa disingkat BMN, merupakan bagian tak terpisahkan
dari Keuangan Negara sebagaimana tertuang dalam pasal 1 Undang- undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa: “Keuangan Negara adalah
semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,pada pasal disebutkan bahwa:
“Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
2. Benda-benda
milik negara:
·
Tanah
·
Peralatan dan mesin
·
Gedung atau bangunan
·
Jalan, irigasi, dan jaringan
·
Aset tetap lainnya
·
Kontruksi dalam pengerjaan
3. Berdasarkan
Keputusan menteri Keuangan No. 225/MK/V/4/1971 , membedakan benda-benda milik negara menjadi:
o
Benda Tetap
o
Benda
Bergerak
o
Hewan-hewan
o
Barang-barang
persediaan yang masuk gudang FEM
DAFTAR PUSTAKA
Html://ard-cerdas.blogspot.co.id/hukum-benda-milik-negara.html
https://adioksbgt.wordpress.com/2011/10/29/barang-milik-negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
budayakan bahasa yang santun jika berkomentar dan berargumen